Wajah sumringah
penuh keceriaan Kakek Mono terpancar jelas dari setiap guratan kulit yang
semakin menua dan berkeriput. Senyumnya selalu mengembang disetiap langkahnya
yang mantap, sedikit miring ke kanan agar berat tubuhnya ditopang sempurna oleh
sebatang tongkat kayu yang digenggam erat oleh tangan kanannya. Ia baru saja
keluar dari Toko Mainan, membeli sebuah Boneka Angry Bird yang ia tenteng
dengan tangan kirinya seharga 45 ribu rupiah, berwarna merah dan dibungkus
plastik kado seadanya. Plastik kado itu pemberian dari sang-penjual mainan
karena merasa iba dan tersentuh hatinya saat Kakek Mono menjelaskan bahwa
boneka itu untuk cucunya di Desa.
Mungkin, uang 45 ribu rupiah tidak ada
apa-apanya untuk kita. Namun, bagi Kakek Mono uang sebesar itu harus ia
kumpulkan berbulan-bulan lamanya. Ia kumpulkan sedikit demi sedikit kepingan
uang receh dari hasil keuntungan menjual balon seharga seribu rupiah di Balai
Kota Surabaya. Tidak jarang, Kakek Mono memakan nasi bekas yang masih tersisa
di tong sampah. Rasa asam dari nasi bekas tidak ia hiraukan, didalam hati ia
terus-menerus bersyukur kepada TUHAN masih bisa makan dan tak lupa ia juga
berterima kasih kepada orang yang membuang nasi itu. Mungkin orang-orang itu
sudah terlalu kenyang, pikirnya.
Selama Kakek Mono
bertahan hidup di Kota Surabaya dengan berjualan balon udara, ia pernah
mendapatkan perlakuan buruk dari aparat SatPol-PP. Tabung udara untuk menyimpan
gas heliumnya ditendang aparat hingga menyisakan bekas penyok, kemudian ia
dibentak, dimaki, dan didorong hingga tubuhnya terhempas dan terjerembab
disalah satu sudut paving jalan. Terkadang, Kakek Mono mencoba untuk mencerna
pola pikir para pejabat, maunya mereka itu apa? Miskin-miskin begini, saya ini
bekerja! Saya ini bukan peminta-minta atau pengemis! Kenapa orang seperti saya
harus diperlakukan ‘tak adil? Saya masih punya harga diri, pantang untuk jadi
pengemis seperti anak muda kebanyakan yang lebih memilih menjadi tukang parkir.
Padahal dengan usia mereka yang masih terbilang produktif, mereka mampu
menghasilkan karya yang bermanfaat atau bekerja sebagai buruh Pabrik.
Semakin Kakek Mono
memikirkan hal berat semacam itu, kepalanya selalu terasa pusing. Dengan
usianya yang renta seperti ini, segala macam hiruk-pikuk persoalan politik di
negara ini tidak begitu penting. Yang ia inginkan, segera bertemu dengan
sang-cucu. Ia pasti senang melihat Kakeknya pulang membawa oleh-oleh boneka
cantik ini. Sebuah ekspresi dari sang-cucu yang mungkin hanya berlangsung
beberapa detik, lebih dari cukup untuk menutupi suka-duka yang ia rasakan
selama proses mengumpulkan uang.
Orang tua renta
seumuran kakek mono, biasanya menghabiskan masa hidupnya di kampung. Jauh dari
hiruk-pikuk dinamis perkotaan. Menanti ajal sambil terus beristighfar diatas
kursi reot, mengingat dan memohon ampunan TUHAN atas dosa-dosa dan
kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat semasa hidupnya. Tapi, begitulah
watak Kakek Mono. Ia tidak berputus asa, ingin terus berjuang sekuat tenaga
untuk hidup mandiri. Ia tidak mau menyusahkan atau merepotkan anak-anaknya yang
sudah memiliki keluarga masing-masing.
Rumah tempat
cucunya tinggal, hanya beberapa ratus meter lagi. Kakek Mono semakin mempercepat
langkahnya yang mulai terasa berat. Manusia hanyalah bisa berencana dan segala
keputusan tetap milik TUHAN. Mungkin TUHAN mempunyai jalan cerita sendiri untuk
Kakek Mono. Sebuah Bus Antar Provinsi melaju terlalu dekat dengan Kakek Mono.
Hembusan angin dari Bus itu mendorong tubuh rentanya dan ia pun terjatuh di
bahu jalan raya. Nahas, dibelakang Bus, melaju mobil panther berkecepatan
tinggi. Dengan kecepatan seperti itu, ‘tak mungkin mobil itu bermanuver. Kakek
mono meninggal seketika ditempat kejadian. Mukanya bercucuran darah segar
akibat hantaman bemper mobil. Tongkat kayu miliknya, patah. Warga yang melihat
kejadian itu, langsung berhamburan mengerubuti tempat kejadian. Seorang Ibu
yang sedang menjemur baju diteras depan, melihat kejadian itu berteriak
histeris dan pingsan. Yang tersisa hanyalah sebuah Boneka Cantik Angry Bird
yang didalamnya tertera tulisan tangan dari Sang-Kakek:
“Untuk
Cucu Ku Tercantik dan Tercinta, Noor. Tetaplah Tersenyum”
~
Kakek Mono~
0 comments:
Post a Comment