01 January 2015

Barcode

Di pengujung tahun, kantor di mana kekasih Tono bekerja selalu mengadakan acara khusus. Momen spesial itu berlangsung dari pagi hingga siang dan diisi berbagai macam hiburan mulai dari lomba karaoke, dansa, tukar kado, makan bersama seluruh staff dan masih banyak lagi. Kebetulan akhir tahun 2014 ini, divisi accounting -yang mana kekasih Tono termasuk di dalamnya- kebagian tugas sebagai panitia pelaksana.

“Sayang habis ini tolongin aku ya?” pinta kekasihnya sewaktu perjalanan pulang ke rumah kontrakan.

“Tolongin apa sayang?” balas Tono singkat bernada simpatik sembari terus mengendarai sepeda motornya tanpa menoleh ke belakang.


“Habis ini temenenin aku berbelanja ke swalayan ya?. Aku harus beli kebutuhan acara besok. Bawaannya lumayan banyak. Aku harus beli buah semangka dan melon, dua botol sirup, agar-agar, nata de coco sama gelas plastik. Sekalian juga mau beli bahan makanan si Goofy untuk beberapa hari ke depan.” -Goofy adalah anjing peliharaan mereka. Jenisnya minipom berwarna cokelat yang menggemaskan-

“Lho kok banyak banget barangnya? Itu cinta sendiri yang disuruh belanja? Lha anak-anak lainnya pada kemana? Masa ngga ada yang bantuin sama sekali?” gerutu Tono cemberut.


Hilang sudah kesempatan Tono bersantai lebih awal. Hari ini, beban aktifitasnya cukup berat sekaligus padat. Mulai dari pagi hingga sore ia berkeliling ke lapangan men-survey gedung bangunan yang telah menjadi tugas utama pekerjaannya. Apalagi siang itu udara terasa begitu panas menyengat. Kerja di bawah terik sinar matahari itu rasanya seperti kerupuk yang dijemur, kering. Tenaganya benar-benar habis terkuras. Belum lagi setelah ini ia masih harus ajak si Goofy jalan-jalan di taman sekitar rumah kontrakan. Andaikan tugas berbelanja itu diambil oleh staff acounting lain, setidaknya Tono tidak harus pulang malam. Tapi hal itu tampaknya mustahil karena teman kekasihnya itu tak ada yang becus kerjanya. Modal badan doang tapi isi kepala kosong. “Ya udah kalau gitu. Selesai urusan Goofy, kita langsung berangkat.”

Sesampainya mereka di depan pintu masuk parkir swalayan, tampak antrian motor mengular. Sepertinya kegiatan belanja kali ini tidaklah mudah. Belum apa-apa sudah ‘disuguhi’ tantangan cari lahan kosong untuk parkir. Di sana, urusan parkir memang dibuat seadanya. Tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang berdatangan. Terpaksa, Tono harus berebut tempat kosong dengan pengendara lain di belakangnya. Beruntung, kurang dari sepuluh menit ia berhasil memarkirkan motor hitamnya.

Malam itu swalayan dipadati ratusan pembeli. Kalau sudah begitu, namanya saja swalayan tapi rasanya seperti berada di pasar. Biasanya sewaktu di dalam ruangan terasa sejuk oleh hembusan angin dari mesin pendingin, namun kali ini terasa pengap. Tono baru ingat jika sekarang ini masa-masanya menjelang pergantian tahun ditambah lagi para pegawai kantoran baru terima gaji. Pantas saja suasananya ramai penuh sesak.

Tanpa buang waktu, mereka berdua bergegas menghampiri stan buah dan meminta tolong salah seorang pegawai memilihkan buah semangka dan melon yang kualitasnya bagus. Setelah didapat, buah pilihan itu kemudian Tono bawa ke petugas timbang untuk diberi label harga yang ada barcode-nya.

“Sayang ... hehehe. Harganya kena segini lho. Ngga apa-apa?” Tono menghampiri kekasihnya sembari memperlihatkan label harga. Di bawah barcode buah melon tertera angka Rp 45 ribu.

“Wih ... Mahal juga ya?” ekspresi kekasihnya terkejut. Budget dari kantor hanyalah Rp 40 ribu tiap buah. “Ya udah, kalau gitu, yang ini saja, gimana?”. Kekasihnya memilih ukuran melon lebih kecil.

Di antara tumpukan buah melon, terdapat satu buah yang sudah ditimbang dan diberi label. Harganya Rp 35 ribu. Tono terdiam sejenak menimbang-nimbang.

“Eh sayang, bagaimana kalau begini?!” raut muka Tono seketika berubah cerah. Ia dapat ide curang yang brilian. “Barcode-nya kita tukar saja, gimana?! Yang Rp 45 ribu kita buang sedangkan yang Rp 35 ribu kita tempel di buah melon kita?” ucap Tono memelankan suaranya hingga terdengar hanya mereka berdua.

“Ah .. Jangan gila kamu!”

“Yeee ... Gapapa. Kita coba saja! Lumayan kan untung Rp 10 ribu? Lagian sama-sama melonnya. Masa iya petugas kasir tau persis berat dan jenisnya. Mereka cuma ngerti scan doang?!”

Kekasihnya mematung sejenak. Di luar dugaan, dengan cekatan ia melepas barcode yang seharusnya menempel di buah itu tanpa diketahui banyak orang, lantas menukar barcode yang harganya jauh lebih murah. Setelah itu, mereka melanjutkan acara berbelanja seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

“Tapi sayang ...” Tono menghentikan langkahnya lalu menepuk bahu kekasihnya pelan. “Barcode-nya ada tulisan tanggal kemarin. Aduh, bagaimana dong? Masih berlaku ngga ya? Jangan-jangan nanti sewaktu di kasir, barcode-nya tidak bisa dibaca?”

“Oh iya ya. Harusnya sih ngga kebaca” Ujar kekasihnya singkat.

“Biarlah, kita coba saja dulu. Kalau memang tidak bisa, kita batalkan saja trus cari di tempat lain,” ucap Tono. “Nanti kalau ditanya petugas kasir, bilang saja kalau aku menemukannya di rak buah. Karena malas menimbang, aku asal ambil buah itu, gimana? Alasannya cukup meyakinkan tidak?”

“Iya, itu juga boleh” sahut kekasihnya sambil jalan. “Baru kali ini aku menemui orang yang idenya gila macam kamu. Dasar.” Kekasihnya geleng-geleng kepala.

Sesudah daftar belanjaan mereka lengkap, keduanya mengantri di kasir. Antrian pada saat itu cukup panjang. Mereka berada di jalur cepat yang mana ketentuannya hanya melayani pembeli menggunakan keranjang serta membayar secara tunai. Mereka sengaja memilih petugas kasir yang mengenakan pakaian setelan putih hitam alias masih berstatus training.

“Ingat sayang, nanti kalau barcode-nya tidak bisa dibaca kita batalkan saja ketimbang nanti jadi masalah.” Tono mengingatkan.

Perlahan antrian di depan mulai habis. Jantung Toni berdetak kian kencang sampai tiba giliran mereka menjumlah seluruh barang belanjaan. Sedangkan ekspresi kekasihnya tampak biasa saja. Toni bertanya-tanya bagaimana caranya ia bisa berlaku demikian santainya?

Sang petugas kasir mulai ‘menembak’ satu persatu belanjaan dengan menggunakan alat pembaca barcode. Toni makin gugup.

Buah semangka terbaca dengan baik, begitu pula dengan barang lain. Tapi entah kenapa sang kasir menyisakan buah melon itu. Sampai akhirnya barcode melon di ‘laser’ lalu layar komputer berwarna dasar hitam itu menampilkan nominal harga yang kita harapkan.

Yes ... !! Rencana mereka berdua ternyata berhasil! Mereka untung Rp 10 ribu!

Toni dan kekasihnya melangkah ringan meninggalkan kasir sembari cekikikan. Namun, begitu tiba di halaman depan hujan malah turun teramat deras. Helm yang mereka gantung pada kait motor, basah seluruhnya sehingga mereka pulang dengan kepala basah kuyup. (dap)

0 comments:

Post a Comment