Di pengujung tahun, kantor di mana kekasih Tono
bekerja selalu mengadakan acara khusus. Momen spesial itu berlangsung dari pagi
hingga siang dan diisi berbagai macam hiburan mulai dari lomba karaoke, dansa,
tukar kado, makan bersama seluruh staff dan masih banyak lagi. Kebetulan akhir
tahun 2014 ini, divisi accounting
-yang mana kekasih Tono termasuk di dalamnya- kebagian tugas sebagai panitia
pelaksana.
“Sayang habis ini tolongin aku ya?” pinta
kekasihnya sewaktu perjalanan pulang ke rumah kontrakan.
“Tolongin apa sayang?” balas Tono singkat bernada
simpatik sembari terus mengendarai sepeda motornya tanpa menoleh ke belakang.
“Habis ini temenenin aku berbelanja ke swalayan ya?.
Aku harus beli kebutuhan acara besok. Bawaannya lumayan banyak. Aku harus beli
buah semangka dan melon, dua botol sirup, agar-agar, nata de coco sama gelas plastik. Sekalian juga mau beli bahan
makanan si Goofy untuk beberapa hari ke depan.” -Goofy adalah anjing peliharaan
mereka. Jenisnya minipom berwarna cokelat yang menggemaskan-
“Lho kok banyak banget barangnya? Itu cinta sendiri
yang disuruh belanja? Lha anak-anak lainnya pada kemana? Masa ngga ada yang
bantuin sama sekali?” gerutu Tono cemberut.
Hilang sudah kesempatan Tono bersantai lebih awal. Hari
ini, beban aktifitasnya cukup berat sekaligus padat. Mulai dari pagi hingga
sore ia berkeliling ke lapangan men-survey
gedung bangunan yang telah menjadi tugas utama pekerjaannya. Apalagi siang itu udara
terasa begitu panas menyengat. Kerja di bawah terik sinar matahari itu rasanya
seperti kerupuk yang dijemur, kering. Tenaganya benar-benar habis terkuras.
Belum lagi setelah ini ia masih harus ajak si Goofy jalan-jalan di taman
sekitar rumah kontrakan. Andaikan tugas berbelanja itu diambil oleh staff acounting lain, setidaknya Tono tidak
harus pulang malam. Tapi hal itu tampaknya mustahil karena teman kekasihnya itu
tak ada yang becus kerjanya. Modal badan doang
tapi isi kepala kosong. “Ya udah kalau gitu. Selesai urusan Goofy, kita
langsung berangkat.”
Sesampainya mereka di depan pintu masuk parkir
swalayan, tampak antrian motor mengular. Sepertinya kegiatan belanja kali ini
tidaklah mudah. Belum apa-apa sudah ‘disuguhi’ tantangan cari lahan kosong
untuk parkir. Di sana, urusan parkir memang dibuat seadanya. Tidak sebanding
dengan jumlah pengunjung yang berdatangan. Terpaksa, Tono harus berebut tempat
kosong dengan pengendara lain di belakangnya. Beruntung, kurang dari sepuluh
menit ia berhasil memarkirkan motor hitamnya.
Malam itu swalayan dipadati ratusan pembeli. Kalau
sudah begitu, namanya saja swalayan tapi rasanya seperti berada di pasar. Biasanya
sewaktu di dalam ruangan terasa sejuk oleh hembusan angin dari mesin pendingin,
namun kali ini terasa pengap. Tono baru ingat jika sekarang ini masa-masanya
menjelang pergantian tahun ditambah lagi para pegawai kantoran baru terima
gaji. Pantas saja suasananya ramai penuh sesak.
Tanpa buang waktu, mereka berdua bergegas
menghampiri stan buah dan meminta
tolong salah seorang pegawai memilihkan buah semangka dan melon yang
kualitasnya bagus. Setelah didapat, buah pilihan itu kemudian Tono bawa ke
petugas timbang untuk diberi label harga yang ada barcode-nya.
“Sayang ... hehehe. Harganya kena segini lho. Ngga apa-apa?”
Tono menghampiri kekasihnya sembari memperlihatkan label harga. Di bawah
barcode buah melon tertera angka Rp 45 ribu.
“Wih ... Mahal juga ya?” ekspresi kekasihnya
terkejut. Budget dari kantor hanyalah Rp 40 ribu tiap buah. “Ya udah, kalau
gitu, yang ini saja, gimana?”. Kekasihnya memilih ukuran melon lebih kecil.
Di antara tumpukan buah melon, terdapat satu buah
yang sudah ditimbang dan diberi label. Harganya Rp 35 ribu. Tono terdiam
sejenak menimbang-nimbang.
“Eh sayang, bagaimana kalau begini?!” raut muka
Tono seketika berubah cerah. Ia dapat ide curang yang brilian. “Barcode-nya
kita tukar saja, gimana?! Yang Rp 45 ribu kita buang sedangkan yang Rp 35 ribu
kita tempel di buah melon kita?” ucap Tono memelankan suaranya hingga terdengar
hanya mereka berdua.
“Ah .. Jangan gila kamu!”
“Yeee ... Gapapa. Kita coba saja! Lumayan kan
untung Rp 10 ribu? Lagian sama-sama melonnya. Masa iya petugas kasir tau persis
berat dan jenisnya. Mereka cuma ngerti scan doang?!”
Kekasihnya mematung sejenak. Di luar dugaan, dengan
cekatan ia melepas barcode yang
seharusnya menempel di buah itu tanpa diketahui banyak orang, lantas menukar barcode yang harganya jauh lebih murah.
Setelah itu, mereka melanjutkan acara berbelanja seolah-olah tidak terjadi
sesuatu.
“Tapi sayang ...” Tono menghentikan langkahnya lalu
menepuk bahu kekasihnya pelan. “Barcode-nya
ada tulisan tanggal kemarin. Aduh, bagaimana dong? Masih berlaku ngga ya?
Jangan-jangan nanti sewaktu di kasir, barcode-nya
tidak bisa dibaca?”
“Oh iya ya. Harusnya sih ngga kebaca” Ujar kekasihnya
singkat.
“Biarlah, kita coba saja dulu. Kalau memang tidak
bisa, kita batalkan saja trus cari di tempat lain,” ucap Tono. “Nanti kalau
ditanya petugas kasir, bilang saja kalau aku menemukannya di rak buah. Karena malas
menimbang, aku asal ambil buah itu, gimana? Alasannya cukup meyakinkan tidak?”
“Iya, itu juga boleh” sahut kekasihnya sambil
jalan. “Baru kali ini aku menemui orang yang idenya gila macam kamu. Dasar.”
Kekasihnya geleng-geleng kepala.
Sesudah daftar belanjaan mereka lengkap, keduanya mengantri
di kasir. Antrian pada saat itu cukup panjang. Mereka berada di jalur cepat yang
mana ketentuannya hanya melayani pembeli menggunakan keranjang serta membayar secara
tunai. Mereka sengaja memilih petugas kasir yang mengenakan pakaian setelan
putih hitam alias masih berstatus training.
“Ingat sayang, nanti kalau barcode-nya tidak bisa dibaca kita batalkan saja ketimbang nanti
jadi masalah.” Tono mengingatkan.
Perlahan antrian di depan mulai habis. Jantung Toni
berdetak kian kencang sampai tiba giliran mereka menjumlah seluruh barang
belanjaan. Sedangkan ekspresi kekasihnya tampak biasa saja. Toni bertanya-tanya
bagaimana caranya ia bisa berlaku demikian santainya?
Sang petugas kasir mulai ‘menembak’ satu persatu belanjaan
dengan menggunakan alat pembaca barcode.
Toni makin gugup.
Buah semangka terbaca dengan baik, begitu pula
dengan barang lain. Tapi entah kenapa sang kasir menyisakan buah melon itu. Sampai
akhirnya barcode melon di ‘laser’ lalu
layar komputer berwarna dasar hitam itu menampilkan nominal harga yang kita
harapkan.
Yes ... !! Rencana mereka berdua ternyata berhasil! Mereka
untung Rp 10 ribu!
0 comments:
Post a Comment