13 September 2015

Ada Udang Dibalik Batu

Di dapur, Siti Markonah dan Bibi tertawa amat kencang. Seperti wanita jalang. Tak tahu malu dan aturan.

Keduanya janda. Suka cari muka dan masalah. Yang satu menduduki jabatan lumayan bagus, sedangkan satunya lagi hanyalah seorang babu desa berlagak staf kantoran.


Mereka sedang menjamu seorang lelaki. Bertingkah ramah selayaknya melayani seorang raja agung.

Sesekali terdengar suara piring beradu dengan sendok diikuti gelak tawa kampungan. Terlalu dipaksakan.

“Bukannya Siti Markonah ngga deket sama Budi ya ?” tanyaku memastikan ke salah seorang teman, “Dulu mereka pernah berselisih bukan ?”

“Iya, mereka ngga akur” jawab temanku singkat, “Halah, palingan juga ada maunya. Liat aja nanti”

“Dari dulu sampai sekarang, kelakuannya masih tetap sama. Suka memanfaatkan orang. Giliran ngga dibutuhin, ditendang lah dia besok,”nadaku ketus, “Aku kok jijik ya sama orang macam itu ?”

“Biarin aja, suka-sukanya dia”

Satu jam kemudian, Budi keluar dari ruang dapur. Ia menghampiriku dengan langkah ringan sambil tersenyum puas.

“Aku diajak makan sama Siti Markonah sama Bibi. Dibikinin salad sama segala macem” kata Budi sembari memegangi perut. Ia kenyang.

“O ya ?” jawabku sekenanya.

“Sekarang mau pergi ke depan dulu mau beli baking soda. Saluran air Siti Markonah lagi mampet” ujar Budi lantas ambil motornya dan berangkat pergi dengan ekspresi sumringah.

0 comments:

Post a Comment