29 September 2015

Biar Gemuk

“Mulai sekarang, Mas gak boleh mikir yang berat-berat,” kata istriku sewaktu menyiapkan makan malam, “Pokoknya ngga boleh, titik ! Biar adek aja yang mikir buat Mas,” imbuhnya. Dari dapur dia lantas berjalan menuju meja makan di mana aku sudah menunggunya. Kedua tangannya terlihat amat berhati-hati membawa piring berisi lauk-pauk.

Aku yang memandangnya dari meja makan jelas terkejut. Ada apa ini kok tiba-tiba istriku berkata seperti itu. Sungguh aneh.


“Lho, memangnya kenapa Dek ?” tanyaku keheranan dengan kening berkerut, kedua alisku pun nyaris bersentuhan.

“Ya habisnya sekarang Mas kurusan,” katanya bernada protes. Tangannya meletakkan piring berisi lauk ke atas meja kemudian menyendok sebongkah nasi dan meletakkannya di atas piringku, “Di kantorku banyak orang bilang ‘gitu. Aku kan jadi sedih. Sedangkan badanku kian gemuk. Nanti dikira orang aku ngga bisa ngurusin Mas dengan baik,” nada suaranya berubah menjadi memelas.

“Oalah, kirain apaan” kataku santai, mulai menyantap makanan, begitu pula dengan istriku. “Ya ngga bisa gitu dong, Dek, masa Mas ngga boleh mikir sama sekali ? Trus Mas jadi apa dong kalau ngga dibolehin mikir ? Jadi zombie dong ?!” ujarku berkelakar diiringi senyum.

“Ya ngga tau ! Pokoknya mas kudu gemukan !” sahutnya ketus, mukanya terlihat manja.

“Kurus kan banyak faktor penyebabnya, Dek. Di keluarganya Mas orangnya pada kurus-kurus lho !” kataku membela diri, “Bisa juga karena Mas belakangan ini kurang tidur, lagi sering begadang nulis artikel. Belum lagi kena kopi sama rokok, cocok lah sudah. Kan Adek tau kalau minum kopi kebanyakan bisa bikin orang kurus ? Kandungannya bisa ngilangin nafsu makan ?”

“Makanya itu, dikurangi toh kopi sama rokoknya” kata istriku datar memberi nasehat.

“Iya nanti Mas kurangi” ujarku singkat biar obrolan tak bertambah panjang. Maklum, istriku kalau ngomongin soal kopi dan rokok suka sensi. Ngomel gak jelas. Aku tau, maksud dia bermaksud. Biar suaminya kelak berumur panjang. Kenyataannya, keluar dari lembah bernama ‘candu’ itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perjuangan hingga ‘berdarah-darah’.

“Biar bisa gemuk kan juga ngga murah, Dek ? Tiap waktu mesti kunyah makanan. Emangnya kita punya banyak uang ? Wong kita sekarang ini lagi ngirit, gimana mau beli makanan sebanyak itu ?” kataku memberi penjelasan.

Istriku hanya terdiam. Dia menarik napas panjang, berpikir sesuatu. Terkadang apa yang diinginkan tak selalu berjalan mulus. Adakalanya berbanding terbalik dengan faktor bernama kenyataan.

“Hmmm, biar gemuk, kalau gitu, nanti malem Mas boleh dapet ‘jatah’ dong ?” aku mainkan kedua alisku hingga bergerak-gerak naik turun, kasih kode-kode, meminta persetujuan.

“Enak aja ! Ngga usah ! Pokoknya kudu gemuk dulu !” sahutnya kejam, bergegas menuju dapur, meninggalkanku sendirian.

“Lho kok gitu !!! Tadi katanya disuruh gemuk ?! Gimana sih ?” aku protes, lagi-lagi aku dianggurin.

0 comments:

Post a Comment